Aku, Kamu dan Motor CBku

Malam semakin pekat, awan tersibak, bulan belum separuh, tapi bintang-bintang bertaburan di seluruh penjuru langit. Malam itu sungguh tenang nan indah. Tapi tidak terlihat begitu dengan dua anak manusia. Seorang pria dengan celana jeans yang tidak sobek di lututnya. Serta jaket jeans tebalnya yang tersleting rapat. Menuntun motor menyusuri jalan sepi persawahan. Mengikut istrinya yang kurus berjaket tebal serta berjilbab terusan. Tidak mengenakan celana jeans seperti suaminya, berjalan menyelaraskan kecepatanya dengan sang suami yang terlihat kelelahan menuntun motor hampir setengah jam lamanya.

Tapi sang suami tetap terlihat gagah, tanpa sedikitpun mengeluh, tanpa sedikitpun memperlihatkan kelelahanya pada sang istri. Ia memang lelah, ia akui itu. Ia bahkan juga mengkhawatirkan hal lain. Jantungnya terus berdegup kencang membuatnya tak henti-hentinya berdoa, bersholawat, dzikir, istighfar secara bergantian. Memohon pada Allah supaya ketakutanya benar-benar tidak terjadi. Berjalan menyusuri jalan kecil persawahan sepi seperti itu memang benar-benar kebodohan yang dari tadi ia sesali. Ia benar-benar menyesal karena mengambil jalan pintas agar dapat sampai ke rumah dengan lebih cepat. Sekarang ia sangat mencemaskan kalau ada "begal" menghadang mereka. Bukan, bukan dia sendiri yang ia cemaskan. Tapi istrinya, tidak seharusnya kebodohan dan kecerobohan itu membawa malapetaka untuk istrinya.

"Pa,," panggil istrinya lirih.

"Iya ma?" Jawab sang suami cepat, lirih, pendek.

"Apa tidak bahaya kita berjalan seperti ini, semalam ini?" Tanyanya masih lirih. Wajahnya yang dari tadi tenang, kini mulai berubah khawatir. Ia baru mulai menyadarinya.

"Tenang ma, selama papa hidup, tidak akan ada yang bisa menyentuh mama." Suaminya menenangkan. Bukan hanya gombalan belaka, tapi sang suami benar-benar akan melakukanya jika hal itu dibutuhkan. Walaupun hal itu tetap tidak merubah kekhawatiran sang suami. Karena andaipun ia mati untuknya, setelah ia mati, akankah istrinya keluar dari bahaya? Atau hanya menunggu giliran?

Sang istri tidak menjawab sepatahpun kali ini. Ia hanya mengangguk pelan. Meskipun ia justru lebih khawatir karena suaminya berkata begitu. Ia tidak mau itu terjadi. Tidak bisa, jangan! Lebih baik ia sendiri yang mati daripada melihat suaminya mati demi dia. Itu menyakitkan, apakah ia bisa melupakanya? Atau apakah bisa memaafkan dirinya sendiri nanti? Tidak, jangan! Ya, Allah, tolonglah kami.

"Ngruuuunngggg" terdengar panjang suara motor dari arah belakang mereka. Sang istri yang tadi berpikiran buruk, kini merasa sesak nafasnya. Ya Allah, tolonglah kami.. Wajahnya terlihat semakin putih di kegelapan, pucat.

Tapi justru sang suami berkata, "Alhamdulillah ma!" Katanya begitu bersyukur. Pengendara motor masih cukup jauh dari mereka, hanya suaranya saja yang terus terdengar mendekat. Tapi sang suami sudah hafal betul deruman motor yang ia dengar tersebut. Motor yang sama dengan motor antik yang ia tuntun hampir setengah jam lamanya ini.

Istrinya tidak begitu mengerti, karena dilihat bagaimanapun, sang pengendara motor masih terlalu jauh untuk dikenali. Kenapa suaminya berucap penuh syukur seperti itu? Ataukah tadi dia menghubungi temannya untuk datang menolong? Tapi tetap saja, bagaimana caranya dia mengenali pengendara motor yang belum terlihat jelas di belakang itu?

"Itu rider CB juga ma." Suaminya melanjutkan. "Kita tunggu dia sebentar ya."

"Papa yakin dia tidak berbahaya?" Melirik ke arah suaminya, dan sedetik kemudian melirik ke arah pengguna motor di belakang yang masih belum terlihat jelas juga.

"Insya Allah ma." Lanjut suaminya menyakinkan. Kali ini berhasil. Istrinya ikut yakin karena melihat wajah yakin dan gembira suaminya.

Hampir setengah menit kemudian pengguna motor tersebut akhirnya tiba di samping mereka, dan berhenti. Membuka helmnya, langsung berkata, "Selamat malam mas, mba," ia mengangguk ke arah istri dari pengguna motor cb yang mogok. "Apanya yang mati?" Lanjutnya cepat.

"Selamat malam juga mas bro." Jawabnya sumringah, karena datangnya pertolongan. "Busi motor saya mati. Benar-benar ceroboh sekali, padahal belum di cek tadi, tapi lewat jalan sepi begini di jam segini." Ia masih ingin menambahkan kata-katanya. Rasanya semua rasa yang terpendam akhirnya bisa terungkapkan juga. "Ditambah, saya juga tidak membawa cadangan busi, ceroboh sekali." Ia ganti mengomeli dirinya sendiri. "Mas bro bawa busi cadangan?"

"Iya ada mas." Hanya beberapa puluh detik kemudian, diserahkanya dengan senyum, sebuah busi pada saudara CBnya yang terkena masalah. "Monggo."

Dan tidak membutuhkan waktu lama, dengan dibantu penerangan dari handphone, motor CB antiknya yang sangat dicintai pemiliknya itu langsung dapat kembali menyala dengan merdunya.
Akhirnya mereka berdua pulang beriringan di jalan sepi tersebut hingga berpisah di persimpangan. Tapi kali ini sudah tidak terlalu jauh dari rumah, dan sudah masuk pula ke perumahan penduduk desa. Sang suami berkata dari jok motornya. "Ma, maaf ya untuk yang tadi, membiarkanmu berjalan hampir setengah jam di jalan yang sepi."

"Nggak papa, pa." Dari tempatnya membonceng sang istri menjawab lembut, yang ternyata sebuah jawaban yang panjang. "Seperti yang papa bilang dulu saat melamar mama. Mama adalah pilihan paling tepat papa dalam memilih istri. Karena papa tau mama mencintai papa apa adanya. Bukan ada apanya." Sang istri menarik nafas sebentar kemudian melanjutkan, "Karena mama orang yang mau duduk di jok belakang motor CB tua dan antik ke sayangan papa ini, itu sudah merupakan sebuah bukti bahwa mama tidak melihat papa dari hanya sekedar harta belaka. Papa yakin, istri seperti mama adalah istri yang tidak akan meninggalkan suaminya dalam keadaan sesulit apapun. Dan seperti katamu pa, aku benar-benar mencintaimu apa adanya, meski dalam keadaan sesulit apapun." Sang istri tersenyum, manis sekali. Tapi hanya bintang-bintang yang melihatnya, begitu pula sang istri, memperlihatkanya hanya pada bintang-bintang.

"Terima kasih ma, aku tau kok, mama memang sebaik dan sehebat itu." Jawab suaminya lembut.

"Pa, ada yang mengganjal nih, kok tadi papa yakin banget itu orang bakal nolong kita? Padahal tadi kan belum terlihat jelas siapa pengendara itu." 

"Suara motornya ma, suara motor CB, papa hafal betul."

"Tapi tetap saja papa tidak kenal dengan pengendara tersebut bukan?"

"Begitulah persaudaran rider CB ma, di manapun, kapanpun kalau melihat saudara CB lainya yang kesusahan kita pasti akan saling membantu. 'Seduluran selawase' begitulah kebanggan kita." Sang suami berkata panjang penuh kebanggaan. "Rider CB selalu saling bersaudara, rider CBpun adalah rider-rider anti istri-istri matre. Karena seperti kataku dulu, hanya wanita yang mau duduk di jok motor tua antik inilah yang tidak akan memandangku dari harta semata. Dan akan mencintaiku apa adanya, seperti kamu ma." Ucapnya romantis, seromantis bulan kecil yang dikelilingi bintang-bintang gemerlap di langit yang bersih malam ini
.
*Cerita di atas hanyalah cerita fiksi, terinspirasi dari seorang teman rider CB. smile emotikon
Oleh Nunu Nugraha
IG : @nunu_nugraha17
Twitter: @NunuDNugraha

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar